Senin, 11 Januari 2010

"TERNYATA, PANGLIMA ADALAH SEBUAH KATA"

Pertama kali aku mengenal yang namanya panglima adalah pada bacaan “Cut Nyak Dien “ buku paket sekolah yang di terbitkan oleh tiga serangkai ( CBSA ) untuk kelas dua Sekolah dasar. Pada bacaan tersebut diperkenalkan adanya seorang pejuang yang bernama Panglima Polim. Saat usiaku bertambah aku mulai menggemari film janur kuning, kisah pendudukan kembali kota Jogjakarta oleh pejuang kemerdekaan, yang mengengenalkan seorang Panglima Besar Jenderal Soedirman. Lebih jauh lagi aku juga mengenal Panglima Besar Revolusi, Panglima Tertinggi ABRI, dialah Bapak Proklamator Kemerdekaan Indonesia Soekarno. Masih banyak lagi tentang panglima yang dijabat oleh manusia-manusia unggulan di muka bumi ini yang telah aku ketahui, namun tidak perlu aku sebutkan satu persatu.
Usiaku bertambahnya dibarengi dengan bertambahnya rasa keingintahuanku. Aku mulai meraba-raba apa panglima tersebut. Mulanya aku hanya mengerti apa yang dimaksud seseorang ketika menyebut panglima dengan cara melihat seluruh isi kalimatnya dan konteks pembicaraan. Namun suatu saat aku harus menggunakan kata panglima dalam suatu pembicaraan dengan seorang teman. Aku hampir keliru dalam menempatkan penggunaan kata panglima. Aku mulai mencoba mencari-cari apa “panglima” itu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Suharso dan Ana Retroningrum), panglima berarti hulubalang; pemimpin pasukan; pemimpin kesatuan tentara divisi. Berdasarkan defenisi tersebut tentunya jelas sekali bahwa panglima adalah jabatan pada organisasi ketentaraan. Pandanglah kalimat berikut :
1. Aku adalah Panglima Kodam Bukit Khayal Negara Sekitar.
2. Panglima Pasukan Timur ditawan musuh.
3. Semalam, Panglima mengajukan proposal berbeda pada Presiden .

Kalimat pertama panglima sebagai predikat, secara eksplisit dapat menunjukkan ego kesombongan ingin dihormati. Kalimat kedua panglima sebagai obyek, secara eksplisit menunjukkan kemampuan yang besar namun tanpa kuku. Kalimat ketiga panglima sebagai subyek, secara eksplisit menunjukkan masih adanya kekuasaan lebih besar di atas panglima. Pada semua kalimat diatas kata panglima menunjukkan jabatan, dengan muatan yang berbeda-beda.
Panglima sebagai sebuah jabatan yang semua perintahnya harus dipatuhi oleh pasukannya. Bagaimana jika panglima berada ditengah-tengah pasukan tanpa sebuah seruan, mungkin yang diperolehnya hanyalah penghormatan, dan siapapun sesama manusia harus saling hormat-mengormati. Jadi kalau hanya sekedar penghormatan, setiap orang pasti memperolehnya tanpa harus menjadi panglima. Bagaimana dengan seruan panglima, maka seluruh pasukan suka atau tidak, mau atau tidak, senang atau tidak harus melaksanakan seruan perintah tersebut. Panglima terlihat jelas keberadaannya kalau sudah memberikan perintah.
Panglima dalam jabatannya akan memimpin pasukan yang tentunya sangat besar sekali. Seringkali dalam tugas, seruan panglima kepada pasukannya disampaikan melalui suatu media tertentu sehingga panglima tidak dapat berdiri langsung berhadapan dengan seluruh pasukannya. Dengan perkembangan teknologi dewasa ini, panglima memberikan suatu seruan cukup dengan mengirimkan sebuah surat atau radiogram atau bentuk yang lainnya. Dari gambaran ini tidak semua anggota personil pasukan mendapatkan perintah langsung dari panglima melalui suatu perwakilan dan seruan Panglima akan selalu dipatuhi. Bahkan terkadang sebuah surat hanya dibubuhi sebuah kata “atas nama” penglima sudah cukup mewakili sebagai tanda bahwa seruan tersebut benar berasal dari panglima.
Dari uraian tersebut di atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan bahwa panglima akan mempunyai arti dan makna, fungsi dan kedudukan kalau panglima telah mengeluarkan seruan atau perintah yang harus dilaksanakan oleh seluruh pasukannya. Dengan kata lain panglima hanya sebuah seruan kata. Seruan kata panglima umumnya hanya berupa instruksi singkat dan jelas. Jadi secara singkat kita dapat memperoleh pandangan sebagai kesimpulan bahwa “ Panglima, hanyalah sebuah kata” saja.

Referensi
Suharso dan Ana Retroningsih, 2005, Kamus besar bahasa indonesia, Widya Karya, Semarang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar